Tragedi Nuklir Chernobyl
Tanggal 26 April 1986,  22 tahun lalu, pukul 01.23 terjadi ledakan pada Unit 4 PLTN Chernobyl.  Peristiwa ini menggemparkan dunia karena mengingatkan kembali pada  ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, saat berkecamuk  Perang Dunia II yang menewaskan sekitar 220.000 orang.Trauma  Hiroshima dan Nagasaki belum hilang dari ingatan orang, muncul kembali  peristiwa Chernobyl yang termasuk kecelakaan terbesar pada PLTN selama  kurang lebih 60 tahun. Berbagai media cetak dan elektronik sejagat  memberitakan tragedi itu secara beragam baik yang bersifat normatif,  emosional, ataupun bombastis.

Trauma  yang melanda masyarakat di lokasi kejadian dan sekitarnya akibat  peristiwa Chernobyl menjadikan setiap tanggal 26 April pukul 01.23  lonceng berdentang-dentang di Ukraina. Walaupun malam telah larut dan  udara dingin, namun warga tetap terjaga. Mereka meletakkan bunga dan  lilin di monumen korban bencana Chernobyl.
Upacara  yang sama digelar di Slavutych, Rusia, kota yang didirikan untuk  menampung para pekerja Reaktor Chernobyl. Upacara juga diperingati di  negara tetangga Ukraina, yaitu Belarus, yang ikut menderita akibat  bencana Chernobyl.

Penyebab Kecelakaan
Reaktor Chernobyl jenis RBMK didirikan di atas tanah rawa di sebelah utara Ukraina, sekitar 80 mil sebelah utara Kiev. Reaktor unit 1 mulai beroperasi pada 1977, unit 2 pada 1978, unit 3 pada 1981, dan unit 4 pada 1983. Sebuah kota kecil, Pripyat, dibangun dekat PLTN Chernobyl untuk tempat tinggal pekerja pembangkit itu dan keluarganya.
Reaktor Chernobyl jenis RBMK didirikan di atas tanah rawa di sebelah utara Ukraina, sekitar 80 mil sebelah utara Kiev. Reaktor unit 1 mulai beroperasi pada 1977, unit 2 pada 1978, unit 3 pada 1981, dan unit 4 pada 1983. Sebuah kota kecil, Pripyat, dibangun dekat PLTN Chernobyl untuk tempat tinggal pekerja pembangkit itu dan keluarganya.
Tipe  PLTN Chernobyl dirancang untuk menghasilkan “plutonium” guna pembuatan  senjata nuklir serta listrik. Tipe PLTN berfungsi ganda seperti ini  tidak ada di negara-negara Barat, seperti, AS dan Prancis, yang  merupakan negara pioner PLTN di samping Uni Soviet (pada waktu itu)  sebagai pioner pertama.
Secara  garis besar, bencana Chernobyl dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada  25 April 1986 reaktor unit 4 direncanakan dipadamkan untuk perawatan  rutin. Selama pemadaman berlangsung, teknisi akan melakukan tes untuk  menentukan apakah pada kasus reaktor kehilangan daya turbin dapat  menghasilkan energi yang cukup untuk membuat sistem pendingin tetap  bekerja sampai generator kembali beroperasi.

Proses  pemadaman dan tes dimulai pukul 01.00 pada 25 April. Untuk mendapatkan  hasil akurat, operator memilih mematikan beberapa sistem keselamatan,  yang kemudian pilihan ini yang membawa malapetaka. Pada pertengahan tes,  pemadaman harus ditunda selama sembilan jam akibat peningkatan  permintaan daya di Kiev. Proses pemadaman dan tes dilanjutkan kembali  pada pukul 23.10 25 April. Pada pukul 01.00, 26 April, daya reaktor  menurun tajam, menyebabkan reaktor berada pada situasi yang  membahayakan. Operator 
berusaha  mengompensasi rendahnya daya, tetapi reaktor menjadi tak terkendali.  Jika sistem keselamatan tetap aktif, operator dapat menangani masalah,  namun mereka tidak dapat melakukannya dan akhirnya reaktor meledak pada  pukul 01.30.
 Kecelakaan PLTN Chernobyl masuk level ke-7 (level paling atas) yang disebut major accident,  sesuai dengan kriteria yang ditentukan INES (The International Nuclear  Event Scale). Di samping kesalahan operator yang mengoperasikannya di  luar SOP (standard operation procedure), PLTN Chernobyl juga tidak memenuhi standar desain sebagaimana yang ditentukan oleh IAEA (International Atomic Energy Agency). PLTN Chernobyl tidak mempunyai kungkungan reaktor sebagai salah satu persyaratan untuk menjamin  keselamatan jika terjadi kebocoran radiasi dari reaktor. Apabila PLTN  Chernobyl memiliki kungkungan maka walaupun terjadi ledakan kemungkinan  radiasi tidak akan keluar ke mana-mana, tetapi terlindung oleh  kungkungan. Atau bila terjadi kebocoran tidak separah dibandingkan  dengan tidak memiliki kungkungan.
Secara perinci, kecelakaan itu disebabkan, pertama,  desain reaktor, yakni tidak stabil pada daya rendah - daya reaktor bisa  naik cepat tanpa dapat dikendalikan. Tidak mempunyai kungkungan reaktor  (containment). Akibatnya, setiap kebocoran radiasi dari reaktor langsung ke udara. Kedua, pelanggaran prosedur. Ketika  pekerjaan tes dilakukan hanya delapan batang kendali reaktor yang  dipakai, yang semestinya minimal 30, agar reaktor tetap terkontrol.  Sistem pendingin darurat reaktor dimatikan. Tes dilakukan tanpa  memberitahukan kepada petugas yang bertanggung jawab terhadap operasi  reaktor.
Ketiga, budaya keselamatan. Pengusaha  instalasi tidak memiliki budaya keselamatan, tidak mampu memperbaiki  kelemahan desain yang sudah diketahui sebelum kecelakaan terjadi.
Penilaian  atas berbagai kelemahan PLTN Chernobyl menghasilkan evaluasi  internasional bahwa jenis kecelakaan seperti ini tidak akan mungkin  terjadi pada jenis reaktor komersial lainnya. Evaluasi ini ditetapkan  demikian karena mungkin berdasarkan analisis jenis reaktor lain yang  memenuhi persyaratan keselamatan yang tinggi, termasuk budaya  keselamatan yang dimiliki para operator sangat tinggi.
Dampak Kecelakaan
Dampak Kecelakaan
Pada  2003, IAEA membentuk “Forum Chernobyl” bekerja sama dengan organisasi  PBB lainnya, seperti WHO, UNDP, ENEP, UN-OCHA, UN-SCEAR, Bank Dunia dan  ketiga pemerintahan Belarusia, Ukraina, dan Rusia. Forum ini bekerja  untuk menjawab pertanyaan, “sejauh mana dampak kecelakaan ini terhadap  kesehatan, lingkungan hidup dan sosial ekonomi kawasan beserta  penduduknya.” Laporan ini diberi nama “Cherno- byl Legacy”.
Diperkirakan  semula dampak fisik akan begitu dahsyat. Artinya, akan menimbulkan  korban jiwa yang luar biasa banyaknya. Namun, ternyata data sampai  dengan 2006, jumlah korban yang meninggal 56 orang, di mana 28 orang  (para likuidator terdiri dari staf PLTN, tenaga konstruksi, dan pemadam  kebakaran) meninggal pada 3 bulan pertama setelah kecelakaan, 19 orang  meninggal 8 tahun kemudian, dan 9 anak lainnya meninggal karena kanker  kelenjar gondok.
Sebanyak  350.000 likuidator yang terlibat dalam proses pembersihan daerah PLTN  yang kena bencana, serta 5 juta orang yang saat itu tinggal di  Belarusia, Ukraina, dan Rusia, yang terkena kontaminasi zat radioaktif  dan 100.000 di antaranya tinggal di daerah yang dikategorikan sebagai  daerah strict control, ternyata mendapat radiasi seluruh badan  sebanding dengan tingkat radiasi alam, serta tidak ditemukan dampak  terhadap kesuburan atau bentuk-bentuk anomali.

Di  sisi lain, hasil studi dan penelitian terhadap likuidator menunjukkan  bahwa “tidak ada korelasi langsung antara kenaikan jumlah penderita  kanker dan jumlah kematian per satuan waktu dengan paparan radiasi  Chernobyl.
Kemudian  pada 1992-2002 tercatat 4.000 kasus kanker kelenjar gondok yang  terobservasi di Belarusia, Ukraina, dan Rusia pada anak-anak dan remaja  0-18 tahun ketika terjadi kecelakaan, termasuk 3.000 orang yang berusia  0-14 tahun. Selama perawatan mereka yang kena kanker, di Belarusia  meninggal delapan anak dan di Rusia seorang anak. Yang lainnya selamat.

Berdasarkan  laporan “Chernobyl Lecacy”, sebagian besar daerah pemukiman yang semula  mendapat kontaminasi zat radioaktif karena kecelakaan PLTN Chernobyl  telah kembali ke tingkat radiasi latar, seperti sebelum terjadi  kecelakaan. Dampak psikologis adalah yang paling dahsyat, terutama  trauma bagi mereka yang mengalaminya seperti stres, depresi, dan gejala  lainnya yang secara medis sulit dijelaskan.

Akibat  kecelakaan itu, IAEA dan semua negara yang memiliki PLTN membangun  konsensus internasional untuk selalu menggalang dan memutakhirkan  standar keselamatan. Di sisi lain, pihak yang anti-PLTN telah  menggunakan isu kecelakaan di Chernobyl sebagai bahan kampanye untuk  menolak kehadiran PLTN, termasuk di Indonesia, dengan berbagai informasi  yang keliru karena ketidaktahuan akan kebenaran informasi sebab  terjadinya kecelakaan Chernobyl.
Belajar  dari kecelakaan Chernobyl, IAEA telah menetapkan standar tambahan untuk  memperkuat syarat keselamatan yang tinggi bagi pembangunan dan  pengoperasian PLTN, antara lain, perbaikan desain sampai pada generasi  ke-4, aturan main dalam bentuk basic safety, dan berbagai konvensi keselamatan.
